Bapak Bea Cukai YTH,
Sebenarnya saya ingin comment di posting saya yang terpisah.
Sebenarnya kadang kebingungan kita (non-BC) adalah karena masalah definisi
Misalnya mengenai barang bekas, mungkin ada baiknya ada definisi yang jelas.
Seperti misalnya kasus teman saya yang mengirim 1 (satu) barang untuk direparasi ke LN, setelah kembali oleh BC diklasifikasikan sebagai barang bekas dan harus melalui proses yang panjang dan melelahkan untuk mendapatkannya secara benar (tanpa melalui “pintu belakang”).
Ada lagi kasus kenalan teman saya, dia berkunjung ke saudaranya di luar negeri dan pada saat kembali dia karena tergesa-gesa dia terlupa membawa 1 tas pakaian kecil berisi jaket dan beberapa baju.
Oleh saudaranya, tas tersebut dikirim lewat salah satu PJT, dan dia mengalami hal yang sama, bahkan yang ini lebih “tegas” yaitu barang tak bisa diambil dan dikirim kembali ke pengirim.
Mungkin BC perlu memutuskan secara bijaksana mengenai hal diatas, kalau barang bekasnya itu berpuluh2 kilo, saya akan memahami, tapi 2 kasus diatas sungguh saat mengherankan karena barang itu milik mereka sendiri pribadi.
Kasus lain mengenai definisi/kategori barang adalah pengalaman saya sendiri, saya pernah memesan buku online lewat amazon.com, pada saat saya mengambilnya di kantor pos saya harus membayar beamasuk padahal pengalaman saya dan setahu saya, buku tidak dikenakan bea masuk.
Setelah saya tanya ternyata buku tersebut dikategorikan barang koleksi (!!!) padahal itu hanya semacam buku diktat manajemen yang kebetulan hardcover dan berukuran agak besar. Saya disarankan kalau keberatan bisa menyampaikan keberatan ke BC dengan langkah-langkah dan syarat-syarat yang rumit untuk orang awam. Karena tidak mau repot akhirnya saya bayar saja.
Hanya saja saya pikir kalau memang ini sering terjadi, disinilah penyebab ekonomi biaya tinggi, karena banyak yang harus membayar pajak/BM karena masalah definisi/kategorisasi barang. Negara memang mendapat pemasukan tapi pemasukan yang kurang tepat karena pembayar BM seharusnya berhak untuk tidak membayar.
Demikian sekedar usul saya agar masalah definisi ini bisa dipertimbangkan.
Terimakasih
Comment by yanto — June 6, 2008 @ 3:16 am
Waduh.. Pak Yanto... pengin special ya sehingga dijadikan headline sendiri.. Well.. ini aku penuhi deh.. :)
Seperti sebelumnya untuk reparasi sudah saya jawab ya Pak Yanto..
Nah untuk kasus yang ketinggalan itu... ini memang sudah kita waspadai..
Begini pak..
Pada saat Bapak terbang ke luar negeri... Bapak akan dicatat barang apa saja yang Bapak bawa dari Indonesia. Disitu dilihat dan dinilai kewajarannya sesuai dengan tujuan Bapak selama di Luar Negeri.
a. Bila Bapak jalan-jalan saja diLuar Negeri, maka akan dilihat berapa hari disana... sehingga dilihatlah isi tas... normal tidak orang yang akan pergi keluar negeri misalnya 2 hari saja... tetapi bawa 20 baju atau 10 baju
Bila dipikir.. baju yang mungkin akan dipakai misalnya cuma 3 atau 4 saja..tentunya plus pakaian dalam ya.. dan tidak hanya itu, alat elektronik pun dicatat.. dan begitu pulang... akan dicek.. bila ada tambahan yang tidak dicatat pada saat anda terbang, maka anda akan dikenakan biaya pajak atas barang yang anda bawa itu. Ini yang seharusnya terjadi dilapangan. Saya kurang tahu karena belum pernah ke luar negeri.
b. Bila Bapak bisnis... berapa lama... itu juga perlakuannya sama
c. Bila Bapak menginap, berapa lama... itu juga perlakuannya sama
Tidak hanya masalah perlengkapan (barang bawaan) uang pun kita harus mengeceknya. Bila Bank Indonesia sudah membatasi, dan bila anda melewati batas BI, maka anda harus meminta ijin BI.
Untuk barang yang ketinggalan itu, anda mungkin dicurigai pemasukan atas barang tersebut karena diluar kewajarannya. Efeknya, barang tersebut ditolak. Bisa jadi juga dianggap sebagai barang bekas karena tidak ada bukti pembelian. Sebaiknya bila memang ada yang ketinggalan, maka jangan dikirim tetapi via maskapai penerbangan itu sendiri, karena mereka akan memberi tanda barang tertinggal. Dan mengambilnya, anda bisa melakukan konfirmasi dengan maskapai itu.
Untuk kasus buku impor, memang seperti yang saya bilang, setiap aturan yang dilaksanakan oleh bea dan cukai, pasti ada instansi yang menitip untuk diawasi. Nah untuk buku, itu sudah diatur, memang tidak dikenakan bea masuk. Tetapi, itu ada persyaratannya, apakah buku itu sudah mendapat ijin oleh Depdiknas? karena mereka yang mengatur pemasukannya. Bila anda tidak memilikinya, akibatnya dianggap sebagai barang koleksi. Ini ditakutkan adanya pembajakan atas hak cipta juga. Bila ada ijin, maka mereka akan menuliskan buku itu diimpor siapa dan diberikan kode khusus atas buku itu dan wajib ditempelkan.
Sampai disitu mudah-mudahan mengerti ya Pak..
OK... saya akan bahas masalah umum yang ada ditulisan Bapak...
1. Masalah definisi barang bekas.
Barang bekas adalah barang bukan baru yang masih layak digunakan. Itu pengertiannya. Hanya saja, aturan main nya pemasukan barang bekas diatur oleh masing-masing instansi. Seperti mesin bor oleh Migas, kereta oleh Dephub, dan lainnya. Ini bermaksud untuk mengurangi jumlah barang bekas yang ada di Indonesia. Dulu mungkin anda pernah dengar pemasukan sampah. Nah... ini diprotes masyarakat, akhirnya dikeluarkan lah aturan baru yang melarang. Sampah juga barang bekas, tetapi bisa digunakan bila didaur ulang, dilain hal efek yang dimunculkan adalah lingkungan.
2. Masalah kurangnya pemahaman atas definisi dan kategori barang
Ini memang tidak banyak yang memahami, karena jarang yang melakukan impor dengan nama sendiri. Maksud saya memasukan barang dengan nama sendiri. Tak jarang misalnya, untuk impor mobil meski hanya satu, mereka menggunakan perusahaan otomotif untuk memasukkannya.
Jadi bila anda memang tidak menguasai, sebaiknya menggunakan jasa Perusahaan Jasa Titipan. Biar mereka yang mengaturnya. Bila ada yang dibutuhkan atau kekurangannya, maka baru anda yang menyiapkan semuanya.
3. Masalah pemasukan yang tidak tepat
Pemasukan BM bukan pemasukan yang tidak tepat sasaran. Sebenarnya sudah tepat, masalah jumlahnya, mungkin sudah disunat sehingga tidak tepat. Pengenaan BM itu sudah tepat sasaran. Hanya saja, mereka yang belum mengetahui adanya berbagai aturan yang melibatkan instansi dipemerintahan, Ingat... Bea Cukai hanya pengawasan dan melayani..., sehingga mereka merasa ribet dan kecapekan. Bila anda sudah paham maksud dari aturan itu sendiri, saya rasa anda akan menjalankannya demi kehidupan nasional bangsa. Klise memang, tetapi begitu adanya.
Supaya anda tidak merasa direpotkan, coba anda telaah peraturan yang berkaitan dengan barang bawaan penumpang. Surat Edaran No. 25 Tahun 1996. Anda tinggal klik pada judul diatas untuk melihatnya.
Rabu, 19 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar